Sejarah Islam


Masuknya Islam Ke Nusantara
         Secara garis besar, ada perbedaan pendapat tentang masuknya Islam ke nusantara. Perbedaan  tersebut terbagi mejadi 3, yaitu:
a.   Pendapat Pertama
         Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke 13 M dari Gurajat (bukan dari Arab langsung), dengan bukti yang ditemukannya makam sultan Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai yang berasal dari Gurajat dan Sultan yang pertama kali masuk Islam[1].

b.      Pendapat Kedua
         Pendapat yang dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, yang di antaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan pada tahun 1963. Prof. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke 7 sampai 8 M ) langsung dari Arab dengan bukti adanya jalur pelayaran yang ramai dan bersifat Internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke 13 (yaitu sudah ada sejak abad ke 7 M) melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di China (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat[2].

c.       Pendapat ketiga
         Yang dipelopori oleh para Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah yang mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya, Islam sudah ada di Indonesia pada abad pertama hijryah atau abad ke 7 atau ke 8 M adalah benar, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah yang berada di pelabuhan-pelabuhan. Dan Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke 13 dengan berdirinya kerajaan Samudera Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulaga. Kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke arah Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara. 
         Para da’i-da’I dan musafir-musafir Sufi datang bersama dengan para pedagang melalui jalur pelayaran dan menimbulkan hubungan dengan para pedagang dari ketiga bagian benua Asia tersebut. Hal tersebut, menimbulkan hubungan timbal balik, sehingga teerbentuknya perkampungan masyarakat Muslim. Pertumbuhan perkampungan tersebut semakin luas dengan adanya struktur Pemerintahan dengan mengangkat  kepala suku Gampung Samudera yaitu Meurah Silu menjadi Malik as-Sholeh.
Penyebaran Islam di Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam tiga tahap,yaitu;
1.      Pertama, dimulai datangnya Islam, yang diikuti kemerosotan dan keruntuhan kerajaan Majapahit pada abad ke 14 sampai 15.
2.     Kedua, sejak datangnya dan menetapnya kekuasaan colonial Belanda di Indonesia sampai abad ke 19.
Ketiga, bermula pada abad ke 20, terjadinya liberalisasi kebijaksanaan pemerintah colonial Belanda di Indonesia


Metode Penetrasi Islamisasi di Indonesia
         Kedatangan Islam dan penyebarannya pada umumnya dilakukan secara damai. Jika situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan yang disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan sebagai alat poilitik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang mengkehendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.[1]
Menurut Uka Tjandrasasmita,  saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam,[2] yaitu:

     1. Saluran Perdagangan
            Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab,


Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui pedagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir.mereka berhasil mendirikan mesjid-mesjid dan mendirikan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan dipesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena factor ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan ditempat-tempat tinggalnya.

2. Saluran Perkawinan
         Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putrid-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka didIslamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampong-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan berikutnya ada pula wanita muslim yang dinikahi oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini terasa lebih menguntungkan jika terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati.  Karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Putri Kawunganten, Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.

      3. Saluran Tasawuf
         Pengajar-pengajar Tasawuf atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang menikahi putrid-putri bangsawan setempat. Dengan Tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli Tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dna Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M. ini.

      4. Saluran Pendidikan
         Islamisasi dilakukan juga melalui pendidikan baik melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondokan itu calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren mereka pulang kekampung masing-masing kemudian berdakwah ketempat tertentu untuk mengajarkan Islam. Misalnya pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Suanan Giri di Giri. Keluaran Pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.

      5. Saluran Kesenian
         Saluran Islamisasi yang paling terkenal adalah dengan pertunjukan Wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu disisipkan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi seperti  satra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

      6. Saluran Politik
         Di Maluku dan Sulawesi Selatan kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Politik raja sangat membantu tersebarnya Islam didaerah ini. Disamping itu, baik di Sumatera, Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara Politis banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan Islam itu masuk Islam.

Periode-Periode Penetrasi Islam
Harus diakui bahwa, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan karakteristik Islam Asia Tenggara, Islamisasi Asia Tenggara melalui proses yang panjang dan selanjutnya disebut dengan penetration pasifique rather than conversion[1]. Oleh karena itu pengIslaman dilakukan terus menerus sehingga membentuk kekhasan Islam Asia Tenggara.
            Secara umum penetrasi Islam Asia Tenggara mengalami empat periode, yang pada periode pertama hingga periode ketiga mengalami pasang naik dan pada periode ke empat mengalami kelambatan yang akhirnya disusul dengan kebangkitan Islam kembali.
a.      Periode Awal
Pada abad pertama 1 H/7M di Asia Tenggara sudah berkenalan dengan tradisi Islam, yaitu interaksi masyarakat nusantara dengan para pedagang dari Arab dan India[2]. Pada berlangsungnya proses Islamisasi disepakati bahwa Islam datang khususnya di Indonesia melalui perdagangan dari orang Arab, Persia, Gujarat, dan cina. Menurut van den berg menyatakan kepulauan di Indonesia banyak di datangi oleh orang-orang Arab dari teluk Persia dan laut merah pada zaman sebelum Islam. Dan puncak keramaiannya pada waktu kerajaan bani abbas (sekitar tahun 800-1300 M), jalur perdagangan yang ditempuh adalah teluk Persia, cina dan Indonesia.
Asumsi kedatangan Islam ini didasarkan pada fakta bahwa kepulauan melayu menjadi tempat persinggahan para pedagang. Bahkan pada abad kelima sebelum masehi tempat ini sudah menjadi tempat persinggahan para pedagang dari Arab, India, Gujarat, cina dan seterusnya. Dan pada abad ke 7 M dengan berdirinya kerajaan sriwijaya membuat keamanan jalur ini menjadi lebih kuat yang membuat perdagangan dijalur malak ini menjadi sangat signifikan hingga abad ke 9. Sehingga di indikasikan pada abad ke 11 sudah ada permukiman-permukiman Islam di jalur malak ini.
Tapi  Malaka tidak hanya sebagai sentra perdagangan Asia, tetapi juga sebagai tempat penyebaran Islam di Asia Tenggara yang selanjutnya sampai ke pesisir pulau Sumatra, jawa dan Kalimantan hingga Maluku yang ternate sebagai sentrumnya. Dan baru menjadi jaringan perdagangan Malaka pada abad ke 15[3]. Sehingga sejarawan mencatat bahwa Islam masuk ternate pad abad ke 15 yang saat itu kejayaan kerajaan Malaka. Antonio galvano (1536-1539) kapten benteng portugis ini berpendapat bahwa masyarakat ternate memeluk Islam pada 1460.
         Apabila pembawa Islam ke Indonesia adalah pedagang , maka jelaslah bahwa factor pendorong utama adalah ekonomi, sehingga sesuai dengan perkembangan pelayaran di negeri-negeri barat, tenggara, dan timur Asia. Banyak barang dagangan yang dijual adalah rempah-rempah yang sangat laku di pasaran. Selain itu, para pedagang yang menyebarkan Islam di Indonesia disertai dengan para mubalig yang pekerjaannya khusus menyebarkan agama Islam. 
         Nah, apakah pada periode ini Islam sudah melibatkan masyarakat lokal dalam penetrasi Islam itu? Dan apakah ada indikasi bahwa sudah ada Arabisasi pada masa itu misalkan pada bangunan-bangunan yang mengarah pada Arabisasi?. Akan tetapi pada periode ini penetrasi Islam masih dalam lingkungan pelabuhan, kemudian menyebar ke pesisir-pesisir dan kota-kota perdagangan lainnya. Hal ini yang kemudian di kemukakan oleh A.H johns disebut bahwa Islam sebagai fenomena perkotaan.
Pada periode ini, proses penetrasi banyak diwarnai dengan ajaran Tasawuf atau ajaran mistik Islam. Pendekatan itu sesuai dengan ajaran yang selama ini di anut oleh penduduk local yaitu ajaran hindu-budha. Para Sufi dan tarikat-tarikatnya memberikan beberapa toleransi meskipun dalam hal ini melanggar syar’I yang di ajarkan oleh Islam. Sehingga proses begitu besar terhadap perkembangan Islamisasi di Asia Tenggara terutama pada abad ke 13 ketika para Sufi memasuki kawasan Asia Tenggara.
         Islam Tasawuf memang terlihat lembut sehingga perkembangannya cukup cepat terutama di Indonesia, karena memang pada masa itu masyarakt local banyak menganut hindu-budha. Keberhasilan kaum Sufi adalah dia mampu menjadi tauladan bagi masyarat kecil dan melambangkan puncak kesalehan dan ketekunan dengan memberikan pelayanan social, sumbangan, dan bantuan dalam semangat kebersamaan dan rasa persaudaraan dengan merubah adat istiadat dan tradisi tertempat.
         Namun pendapat yang menyebutkan bahwa Tasawuf telah meluas ke seluruh nusantara, tidak bias diartikan bahwa Tasawuf telah meluas pada periode ini. Dan menonjol ketika para pemikir Sufi menjadi penguasa-penguasa kerajaan pada abad ke-15.

b.      Periode Kedua (Periode Berdirinya Kerajaan Islam Nusantara)
         Proses penetrasi Islam lebih intensif, khususnya di semenanjung melayu dan nusantara, berlangsung beberapa kemudian yang dimulai dengan abad ke-11M. bukti arkeolog yang menguatkan pandangan ini adalah ditemukandua makam di dua tempat yang berbeda yaitu di padurangga (sekarang panrang di Vietnam) dan di leran (Gresik, Jawa Timur). Di Indonesia makam malik al saleh yang paling terkenal pada abad ke-13 (699 H/1297M).
         Berangkat dari arkeolog itu jelaslah sudah bahwa proses Islamisasi mencapai puncaknya pada munculnya kerajaan Islam di wilayah ini, karena dengan munculnya kerajaan Islam maka perkembngan Islam menjadi lebih cepat. Seperti contoh kerajaan Malaka, banyak daerah yang masuk Islam ketika kerajaan Malaka terbentuk. Misalnya Malaka menguasai beberapa kerajaan Islam diantaranya aru, pedir dan lambri. Lalu Kampar, indra giri, siak, jambi, bengkalis, riau dan lingga. Sampai ke johor, pattani, Pahang, keddah dan lainnya yang semuanya menerima Islam.
         Proses Islamisasi berlanjut ke jawa, ketika runtuhnya majapahit 1478 oleh koalisi kerajaan demak, telah member kontribusi penting dalam proses penyebaran Islam di jawa dan akan berlanjut ke Kalimantan. Dan akhirnya menyebar keseluruh Indonesia dan bukan hanya di Indonesia saja juga di negeri lain seperti Malaysia dan lainya.
         Jika pada periode pertama nuansa Sufistik mewarnai proses Islamisasi di Asia Tenggara, maka pada periode ini kecenderungan untuk kembali kepada ajaran ortodoksi Islam Nampak semakin kuat. Hal ini bias di lihat pada intensitas umat Islam pada masa ini, untuk penerjemahan tesk Sufi ortodoks kedalam bahasa melayu. Kondisi ini merupakan respon umat Islam terhadap hamzah fansuri yang Sufi falsafi. Yaitu sebuah konsep wujudiyah atau pandangan emanasi dalam pemikiran filsafat, ditentang oleh nurudin Ar-Raniri. Usahanya untuk mengembalikan ortodoksi Islam tersebut, dikemudian hari mengilhami gerakan tuanku nantua  di padang, sebagai wujud pergeseran dari Sufi ke syariah.

c.       Periode Ketiga (Kontak Dengan Barat)
         Masuknya kolonia pada abad ke 17 di Asia Tenggara, telah melahirkan kebencian terhadap kolonialisme dari masyarakat local, justru mengakibatkan penindasan, kemiskinan, kebodohan di berbagai wilayah di Asia Tenggara. Banyak yang dilakukanoleh colonial-kolonial seperti tanam paksa, dari situlah proses penetrasi Islam berlangsung hingga secara kuantitatif pemeluk Islam bertambah. Yaitu ketika adanya persamaan untuk membasmi colonial dari bumi Indonesia.
         Meskipun banyak negeri yang terkena dampak dari colonial. Namun masih tetep semangat kepada proses Islam pembinaan keIslaman, masyarat didaerah tersebut menempatkan kunci dan tujuan bagi anak-anak. Lebih-lebih ketika bahasa melayu dijadikan sebagai penghubung untuk pengajaran anak-anak. Sehingga bahasa melayu sebagai pengikat dan pemersatu bagi kaum muslim di Asia Tenggara.
         Akan tetapi, meskipun bangsa colonial masuk dan bias menguatkan semangat jihad, namun ini lebih banyak diterima di pesantren, sehingga tidak sinkron antara Islam pada waktu dengan Islam sebelunya (pra Islam).
d.      Periode Ke Empat (Pembaharuan Dan Kesadaran)
         Periode ini ditandai dengan pulangnya para tokoh ulama besar seperti: H.AbdulKarim Amirullah yang mengajar di jembatan besi padang panjang, KH. Ahmad Dahlan dan KH. Adnan disolo. Para ulama ini membuka pesantren untuk mengajarkan kepada anka-anak.
         Jika tahun sebelumnya perkembangan pemikiran Islam masih bersifat komunal, masih menggunakan solidaritas pedesaan. Dalam istilah sosiologi durkhem, solidaritas ini disebut sebagai solidaitas mekanisme. Maka pada saat budi utomo menyerukan untuk kebangkitan yang bersifat komunal dan mulai mengarah pada pola asiosional.



0 komentar:

Post a Comment