Akhlak secara etimologi merupakan bentuk jamak dari Khulq artinya perangai, tabiat, pekerti. Sedang secara terminologi Akhlak adalah kemampuan/kondisi jiwa yang merupakan sumber dari segala kegiatan manusia yang dilakukan secara spontan tanpa pemikiran. Akhlak terbentuk dari latihan dan praktek berulang (pembiasaan). Sehingga jika sudah menjadi akhlak tidak mudah dihapus. Akhlak memiliki kedudukan utama, bahkan menjadi puncak kesempurnaan manusia.
Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Imam Al Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Mu’jam al Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Dalam kitab Dairatul Ma’arif secara singkat akhlak diartikan sifat-sifat manusia yang terdidik. Akhlaq memiliki cangkupan yang luas, yaitu mencakup hubungan kepada Sang Pencipta (Allah), sesama manusia, terhadap diri sendiri, maupun dengan lingkungan atau sesama makhluk Tuhan yang lain. Akhlak dalam Islam tidak lepas dan terkait erat dengan aqidah dan syariah, ia merupakan buah dan sekaligus puncak dari keduanya. Akhlak menekankan keutamaan, nilai-nilai, kemulian dan kesucian (hati dan perilaku), Akhlak Islami harus diupayakan agar menjadi sistem nilai (etika/moral) yang mendasari budaya masyarakat.
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Akhlak yang baik berpangkal dari ketaqwaan kepada Allah di manapun berada. Selain itu akhlak yang baik merupakan manifestasi dari kemampuan menahan hawa nafsu dan adanya rasa malu. Agar kita senantiasa berakhlak baik maka harus selalu menimbang perbuatan dengan hati nurani yang bersih. Salah satu tanda atau ciri akhlaq yang baik yaitu mendatangkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan pelakunya. Tapi sebaliknya jika mendatangkan keraguan, kecemasan dan ingin tidak diketahui orang lain merupakan isyarat akhlak yang buruk. Banyak sekali akhlak mulia (akhlaqul karimah) yang harus menjadi hiasan seorang muslim. Demikian juga banyak akhlak buruk (akhlaqul madzmumah) yang harus dihindari.
Etika
Secara etimologi, Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam KBBI etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Secara terminologi, etika mempunyai banyak ungkapan yang semuanya itu tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli.
Ahmad Amin mengartikan Etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik-buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga nilai-nilai itu sendiri. Ki Hajar Dewantara menjelaskan etika merupakan ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sdampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.
Austin Fogothey (seperti yang dikutip Ahmad Charris Zubair) mengatakan bahwa etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagi antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik dan hukum. Frankena (seperti juga dikutip Ahmad Charris Zubair) menyatakan bahwa etika sebagi cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral.
Dalam Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dan konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya. Dari beberapa definisi tersebut, etika berhubungan erat dengan empat hal:
a. Dilihat dari obyek formal (pembahasannya), etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan manusia. Dan sebagai obyek materialnya adalah manusia.
b. Dilihat dari sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut, dan universa. Akan tetapi terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan, dan sebagainya.
c. Dilihat dari fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia, yaitu apakah perbuatan itu akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilakukan manusia.
d. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dilakukan para filsof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berpikir. Dengan demikian etika bersifat humanistis dan anthropocentris, yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Moral
Dari segi bahasa moral berasal dari bahasa Latin, mores (jamak dari kata mos) yang berarti adat kebiasaan. Dalam KBBI dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Secara istilah moral merupakan istilah yang digunakan uantuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.
Di dalam buku The Advanced Leaner's Dictionary of Current English moral mengandung pengertian:
a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
b. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
c. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
Susila
Secara bahasa kesusilaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu su dan sila yang mendapat tambahan ke-an. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Susila juga dapat berarti sopan beradab, baik budi bahasanya. Sehingga kesusilaan berarti kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu pada upaya membimbing, memandu,
mengarahkan, membiasakan, dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan di mana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
0 komentar:
Post a Comment